Jumat, 18 September 2015

Cerita LPDP Part-3: Seleksi On the Spot Essay Writing dan LGD


Setelah kita lulus tahap seleksi administratif, tiba saatnya menghadapi tantangan selanjutnya di seleksi substansif yang terdiri dari On the Spot Essay Writing, Leaderless Group Discussion (LGD), dan Wawancara. Kita akan diberitahu apa saja yang harus dibawa ketika seleksi pada tahap ini, jadwal dan tempat pelaksanaan, semuanya akan diberitahu via email oleh LPDP. Ada peserta yang mendapat jadwal LGD, penulisan esai, dan wawancara dalam satu hari, ada juga yang dua hari. Saya termasuk mendapat jadwal dua hari. Hari pertama adalah penulisan esai dan LGD, lalu hari kedua barulah wawancara.

Sebelum wawancara setiap peserta wajib melakukan verifikasi dokumen. Dokumen yang diverifikasi adalah dokumen-dokumen yang kita upload ketika mengisi pendaftaran online. Semua dokumen yang akan diverifikasi haruslah dokumen asli, bukan hasil scan/fotokopi, dan beberapa dokumen seperti surat pernyataan, surat rekomendasi, dan surat izin atasan (bagi yang sudah bekerja) harus benar-benar sesuai dengan format yang ditentukan LPDP seperti yang dicontohkan di Buku Panduan (booklet). Jika kita mendapat jadwal verifikasi dokumen yang waktunya berdekatan atau beririsan dengan jadwal penulisan esai dan LGD, panitia memperbolehkan peserta untuk mengikuti penulisan esai dan LGD terlebih dahulu. Setelah LGD, baru lah kita melakukan verifikasi dokumen. 

Di hari pertama, saya mendapat jadwal Penulisan esai pukul 14.40-15.10 dan LGD 15.50-16.40. Kalau bisa kita datang minimal 2 jam lebih awal dari jadwal. Karena jadwal yang tertulis untuk kita bisa jadi maju atau bahkan mundur. Bahkan peserta yang kelompok LGD nya sama dengan saya, banyak yang datang mulai dari pagi. Saya datang sekitar pukul 11.00 karena memang tidak ada jadwal di pagi hari. Gunakan jeda waktu yang panjang itu untuk berkenalan, mencari teman sebanyak-banyaknya, dan siapa tau kita bisa belajar dari pengalaman mereka. Janganlah menganggap peserta lain sebagai musuh, karena yang saya tau dari cerita para awardee, LPDP tidak memberikan batas kuota tertentu. Selama kita adalah orang yang layak dan sesuai dengan kriteria LPDP, kita akan lolos. Jadi, kita hanya bersaing dengan diri kita sendiri.

On the Spot Essay Writing

Tes penulisan esai on the spot merupakan tes yang baru ada di periode 3 kemarin. Saya mendapat jadwal tes ini sebelum LGD dan wawancara. Jauh-jauh hari sebelum tau jadwal seleksi substansif ini, saya sempat “belajar” mengenai wacana yang sedang hangat atau yang pernah menjadi headline beberapa waktu lalu. Dalam On the Spot Essay Writing ini, para peserta akan memasuki sebuah ruangan dengan beberapa bangku yang ditata agak berjauhan.

Panitia akan membagikan selembar kertas untuk menulis esai dan selembar soal. Perhatikan dan baca baik-baik petunjuk pengerjaan yang ada di soal tersebut. Setiap soal mempunyai kode. Namun dalam satu ruangan seluruh peserta mendapat kode soal yang sama. Ketika itu saya mendapat kode E. Ada juga peserta yang mendapat kode H. Artinya, LPDP sudah menyiapkan banyak tipe soal. Sepertinya, peserta yang mendapat jadwal esai di hari yang sama tidak akan ada yang mendapat kode soal yang sama, mungkin untuk menghindari kebocoran dari obrolan antarpeserta.

Setiap soal terdiri dari 2 nomor  pertanyaan dan peserta tidak harus menjawab keduanya, tapi hanya memilih salah satu. Masing-masing pertanyaan mempunyai ulasan singkat sebanyak satu paragraf pendek. Waktu yang diberikan kepada peserta untuk menulis esai adalah 30 menit (sudah termasuk membaca soal).

Pertanyaan yang ada dalam soal-soal itu biasanya berhubungan dengan wacana terhangat saat ini ataupun yang pernah booming beberapa waktu sebelumnya. Ketika seleksi kemarin, tema yang saya dapat untuk penulisan esai ini adalah mengenai (1) revolusi mental yang digagas Presiden Jokowi dan (2) bonus demografi; sebuah tantangan ataukah bencana? Saya memilih untuk mengerjakan tema yang kedua.

Selain itu, ada beberapa peserta juga yang mendapat soal tentang kekerasan anak di Indonesia, hukuman mati bagi terpidana narkoba, dsb.  

Kriteria yang dinilai dalam tes penulisan esai ini adalah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, ide/gagasan/solusi yang kita tulis, dan keselarasan antarparagraf. Dalam membuat esai, alangkah baiknya jika ada paragraf pembuka yang bersifat pengantar, paragraf-paragraf inti yang berisi pendapat kita mengenai tema yang kita pilih itu, lalu terakhir simpulan. Panitia tidak memberi batasan tertentu untuk menulis esai. Jadi, seberapa panjang atau pendek esai ini terserah peserta masing-masing, yang terpenting ide yang kita tulis tersampaikan semua dan dapat selesai dalam waktu yang ditentukan (30 menit).  

Sebelum mengikuti On the Spot Essay Writing, ada baiknya jika kita berlatih menulis dengan tema-tema isu terhangat yang sedang terjadi. Berlatih dengan menggunakan stopwatch juga bisa membantu. Sebelum tes, saya sering berkunjung ke portal berita online untuk sekadar membaca berita-berita yang pernah nge-hits.  

Leaderless Group Discussion (LGD)

Setelah melewati seleksi penulisan esai, 30 menit kemudian saya langsung mengikuti LGD. Penulisan esai dan LGD biasanya merupakan satu rangkaian. Peserta dengan ruangan yang sama ketika penulisan esai, kemudian akan dibagi menjadi dua kelompok untuk mengikuti LGD. Kelompok saya terdiri dari 7 orang. Sebelum memasuki ruangan LGD, kami sempat berkenalan dan berunding siapa yang akan menjadi moderator. Awalnya di antara anggota kelompok saya saling diam, akhirnya ya sudahlah, saya merelakan diri menjadi moderator. Entah kenapa mungkin menurut sebagian orang ada ketakutan ketika jadi moderator nantinya takut tidak bisa bebas bicara mengutarakan ide. Tapi menurut saya, hal itu tergantung pada diri kita sendiri. Ketika itu saya jadi moderator, buktinya ya saya lolos lolos saja.  

Karena dalam LGD ini, sebenarnya yang ingin coba dilihat oleh psikolognya adalah cara kita berkomunikasi di depan oranglain, bagaimana cara kita mengutarakan pendapat, menghargai pendapat oranglain, dan bagaimana kita mengendalikan emosi, juga ego masing-masing.

Di ruangan LGD, peserta duduk melingkar dan ada 2 orang psikolog yang menerangkan bahwa kita mempunyai waktu 40 menit untuk berdiskusi dan membaca sebuah artikel. Setelah itu, mekanisme jalannya LGD diserahkan sepenuhnya pada peserta. Sebagai moderator, saya berkewajiban membuka forum. Sebelumnya, kelompok saya sepakat untuk bicara bergiliran sesuai urutan duduk dalam lingkaran itu, sehingga semua orang mendapat jatah bicara yang rata.

Ketika jadi moderator, sebaiknya kita jangan hanya mempersilahkan anggota kelompok untuk bicara, tetapi paling tidak kita pun ikut menanggapi sedikit tentang pendapat dari masing-masing anggota atau pun merespon pendapat tersebut, sambil mengeluarkan kalimat-kalimat cantik seperti, “Baik, terima kasih,  menarik sekali ya pendapat dari mbak C ini... dan menurut data yang saya tau, ada kasus ...bla-blabla juga ya”. atau “terima kasih B atas pendapatnya, apakah ada pendapat lain?” Ya kira-kira seperti itu. Tapi jangan terlalu mendominasi juga. Karena orang yang ingin terlihat hebat/ terlalu mendominasi sehingga memberikan sedikit kesempatan bicara bagi yang lain akan sangat bernilai buruk di mata psikolog.

Tema LGD kelompok saya waktu itu termasuk tema yang cukup general untuk dipahami orang-orang dari beragam profesi (karena anggota kelompok kita tentunya berasal dari berbagai bidang), yaitu “Gadget bagi Anak-anak, Perlukah?”.

Selain itu, ada beberapa tema LGD yang saya tahu ketika bertanya dari peserta-peserta lain, yaitu:
  1. Kasus perbudakan WNA di daerah perairan Indonesia
  2.  Perampasan aset bandar narkoba terkait efektivitas pemberantasan narkoba
  3.  Undang-Undang Penumbuhan Budi Pekerti non kurikuler di sekolah-sekolah
  4. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap meja hijau
  5. Ekspor vs Impor bahan pangan
  6. Penanggulangan kenaikan harga-harga
  7. Gojek vs Ojek Pangkalan


Tema-tema LGD yang saya tahu di periode 3 kemarin sekitar itu. Jadi, pelajari saja hal-hal yang menjadi isu nasional. Sebab jika kita tidak punya pengetahuan apa pun, tentunya akan jadi kikuk dan terlalu pasif ketika LGD. Berdasarkan pengalaman, kesiapan kita menghadapi LGD bisa  memengaruhi psikis. Tapi, apapun tema yang kita hadapi ketika itu, tetaplah percaya diri dan optimistis. Setelah melewati penulisan esai dan LGD di hari pertama, tibalah seleksi wawancara di hari berikutnya (Bersambung ke Cerita LPDP Part-4).

16 komentar:

ftrijie mengatakan...

Bisa bagi tips n trik untuk lulus beasiswa lpdp.kebetulan sy mahasiswa unm jurusan s3 pklh, ini sy butuhkan untuk biaya tambahan selesai kuliah..mungkin bisa sharing ke sy.ini email saya fitrianikahar555@Gmail.com..bisa minta pin bbmx
Krn sy persiapkan diri untuk bisa ikut tes...trus model pertanyaan tes wawancara seperti apa..makasih sebelum dan sesudahx yah...

Unknown mengatakan...

kak boleh minta contoh essaynya? kirim ke peeth_tree@yahoo.com. makasi banyak :)

Unknown mengatakan...

Kak boleh minta contoh essaynya? ini email saya kak febrinastiti@gmail.com
terima kasih sebelumnya, kak :)

wenny rahmalia rezki mengatakan...

terima kasih sharing info nya Mbak.. :)

Tommy Dardjan mengatakan...

Boleh sharing essaynya kak ke tommy_d.darmo@yahoo.co.id
Makasiii

Unknown mengatakan...

Dear mba savitri
terimakasih atas cerita nya mbak :) benar2 sangat membantu
sukses ya mba..
doakan saya suatu hari nnti bsa menuliskan pengalaman spti ini..
^^~

Unknown mengatakan...

waaah mbak adelia savitri, bagus banget tulisannya, menginspirasi. mulai dari perjuangan mendapatkan score TOEFL, submit nya, dan akhirnya berbuah manis. Selamat ya mbak. Oh iya, saya Nunik, saya mau tanya. kalo untuk pendaftar dalam negeri on the spot writing sama LGD nya in bahasa or in english ya mbak? terima kasih

Unknown mengatakan...

waaah mbak adelia savitri, bagus banget tulisannya, menginspirasi. mulai dari perjuangan mendapatkan score TOEFL, submit nya, dan akhirnya berbuah manis. Selamat ya mbak. Oh iya, saya Nunik, saya mau tanya. kalo untuk pendaftar dalam negeri on the spot writing sama LGD nya in bahasa or in english ya mbak? terima kasih

Unknown mengatakan...

waaah mbak adelia savitri, bagus banget tulisannya, menginspirasi. mulai dari perjuangan mendapatkan score TOEFL, submit nya, dan akhirnya berbuah manis. Selamat ya mbak. Oh iya, saya Nunik, saya mau tanya. kalo untuk pendaftar dalam negeri on the spot writing sama LGD nya in bahasa or in english ya mbak? terima kasih

Adelia Savitri mengatakan...

Halo Nunik, terima kasih sudah mampir ke blog saya.

Setau saya,
Utk LGD dan on the spot essay writing yg in english hanya utk yg LN..

Unknown mengatakan...

Dear mba Savitri,

Salam kenal mba, aku berencana buat apply beasiswa LPDP Dalam Negeri. Mohon bantuannya mba, boleh kirimin contoh surat rekomenadasinya mba??? (via email ya mba, ke yasminealbanna89@gmail.com).

Terimakasih.

Salam,

Aish

Adelia Savitri mengatakan...

Dear Aish,
surat rekomendasi buat saja sesuai dengan format dari bookletnya.

Unknown mengatakan...

It’s my fortune to go to at this blog and realize out my required stuff that is also in the quality.essay writing

Unknown mengatakan...

assalamu'alaikum mbak...
wahh... sy jd semangat mengejar beasiswa lpdp setelah baca pengalaman mbak.
oya mbak namaku a'yun dari kediri. mbak tanya dong,aku kan belum krj untuk surt rekomendasi itu gmn? siapa yg boleh merekomendasikan?

Adelia Savitri mengatakan...

Untuk surat rekomendasi bisa minta ke dosen pembimbing ketika skripsi atau dosen semasa kuliah yang dirasa paling mengenal diri kita.

Unknown mengatakan...

Bisa dikirim contoh essaynya ke email saya kk.. terima kasih

Posting Komentar

 
;