Manusia
Pertama Di Angkasa Luar
Karya
Subagio Sastrowardoyo
Beritakan kepada
dunia
Bahwa aku telah
sampai pada tepi
Darimana aku tak
mungkin lagi kembali.
Aku kini
melayang di tengah ruang
Di mana tak
berpisah malam dan siang.
Hanya lautan
yang hampa dilingkung cemerlang bintang.
Bumi telah
tenggelam dan langit makin jauh mengawang.
Jagat begitu
tenang. Tidak lapar
Hanya rindu
kepada istri, kepada anak, kepada ibuku di
rumah.
Makin jauh,
makin kasih hati kepada mereka yang berpisah.
Apa yang
kukenang? Masa kanak waktu tidur dekat ibu
Dengan membawa
dongeng dalam mimpi tentang bota
Dan raksasa,
peri, dan bidadari. Aku teringat
Kepada buku
cerita yang terlipat dalam lemari.
Aku teringat
kepada bunga mawar dari Elisa
Yang terselip
dalam surat yang membisikkan cintanya
kepadaku.
Yang mesra. Dia
kini tentu berada di jendela
Dengan Alex dan
Leo,-- itu anak-anak berandal yang
kucinta –
Memandangi
langit dengan sia. Hendak menangkap
Sekelumit dari
pesawatku, seleret dari
Perlawatanku di
langit tak berberita.
Masihkah langit
mendung di bumi seperti waktu
Kutinggalkan
kemarin dulu?
Apa yang
kucita-cita? Tak ada lagi cita-cita
Sebab semua
telah terbang bersama kereta
ruang ke jagad tak berhuni. Tetapi
ada barangkali.
Berilah aku satu kata puisi
daripada seribu
rumus ilmu yang penuh janji
yang menyebabkan
aku terlontar kini jauh dari bumi
yang kukasih.
Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi
Tetapi aku telah
sampai pada tepi
Darimana aku tak
mungkin lagi kembali.
Ciumku kepada
istriku, kepada anak dan ibuku
Dan salam kepada
mereka yang kepadaku mengenang
Jagat begitu
dalam, jagat begitu diam.
Aku makin jauh,
makin jauh
Dari bumi yang
kukasih. Hati makin sepi
Makin gemuruh.
Bunda,
Jangan
membiarkan aku sendiri.